Indo Leather & Footwear (ILF) Expo 2025, yang memasuki tahun ke-18, kembali hadir sebagai pameran internasional dan ajang strategis bagi industri kulit dan alas kaki. Digelar pada 14–16 Agustus 2025 di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran. Indo Leather & Footwear (ILF) 2025 menjadi panggung bergengsi yang memamerkan inovasi terbaik di industri alas kaki, produk kulit, garment, tekstil dan teknologi manufaktur terkini. Beragam produk unggulan mulai dari mesin jahit modern, mesin cetak sepatu, mesin pengolahan bahan baku, fabric dan tekstil premium, sol sepatu, aksesori, fashion, sneakers, boots, flat shoes, sandal, hingga kulit eksotik untuk fashion, furnitur, dan garment semua hadir dalam satu ajang bisnis yang penuh inspirasi dan peluang kolaborasi.
Pameran ini diresmikan oleh Menteri Perindustrian yang diwakili oleh Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri, Bapak Adie Rochmanto Pandiangan, serta oleh Deputi Bidang Wisata Kementerian Pariwisata, Bapak Drs. Vinsensius Jemadu. Dalam sambutannya pada pembukaan pameran, Ketua Umum APRISINDO Eddy Widjanarko menyampaikan, selama satu tahun terakhir, dinamika perdagangan global banyak dipengaruhi oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang menimbulkan ketidakpastian di berbagai sektor. Meskipun demikian, industri alas kaki Indonesia mampu menunjukkan kinerja ekspor yang signifikan, dengan pencapaian tarif Amerika Serikat sebesar 19%, setara dengan Vietnam yang merupakan pesaing utama, serta lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Kamboja dan India. Kondisi ini memberikan posisi kompetitif yang menguntungkan bagi Indonesia.
Di sisi lain, tantangan utama yang dihadapi adalah lemahnya industri bahan baku dalam negeri, sementara pertumbuhan industri alas kaki sangat pesat dengan lebih dari 90 pabrik besar berdiri di Jawa Tengah. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menekankan perlunya penguatan industri bahan baku agar sektor alas kaki tidak semakin bergantung pada impor, termasuk mengatasi permasalahan impor ilegal dan praktik dumping dari Tiongkok.
Selain itu, keberhasilan Indonesia dalam menandatangani kesepakatan IEU-CEPA, yang diproyeksikan berlaku pada September tahun depan, menjadi langkah strategis untuk memperkuat akses pasar ekspor, khususnya ke Eropa. Kesepakatan ini diharapkan mampu meningkatkan ekspor alas kaki Indonesia hingga 20% per tahun. Dengan dukungan iklim investasi yang kondusif serta menurunnya kapasitas produksi Vietnam, Indonesia dipandang sebagai pusat pertumbuhan baru bagi berbagai merek global.
Oleh karena itu, ditargetkan dalam kurun waktu tiga hingga empat tahun ke depan, nilai ekspor alas kaki Indonesia dapat mencapai USD 10 miliar. Sementara Bapak Adie Rochmanto Pandiangan dalam sambutan pembukaan, menyampaikan bahwa keberhasilan industri alas kaki, tekstil, garmen, dan kulit sangat bergantung pada kolaborasi seluruh ekosistem, mulai dari produsen, pemasok, pembeli, hingga pemangku kepentingan baik dari dalam maupun luar negeri. Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk memperkuat posisi di pasar global, asalkan mampu meningkatkan integrasi rantai pasok, memperkuat merek lokal, serta memanfaatkan momentum regulasi dan dinamika perdagangan internasional.
Selain itu, transformasi melalui modernisasi mesin, penerapan teknologi, dan digitalisasi menjadi kunci peningkatan produktivitas serta daya saing. Forum ini diharapkan dapat mempererat kerja sama, mendorong pertumbuhan industri yang inovatif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan, serta menjadikan Indonesia mitra strategis dalam rantai nilai global. (redaksi)

