Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi PPeraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) pada tanggal 29 Oktober 2021. UU HPP telah diundangkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246.
Undang undang tersebut terdiri dari sembilan bab dan enam ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai. UU ini diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional. Hal ini secara virtual disampaikan Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam sambutan Sosialisasi Undang-Undang Harmoni Pajak yang diselenggarakan Kadin Indonesia 29 Oktober 2021.
Tujuan dibentuknya UU ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Selain itu, mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. Juga
mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak, serta meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak .”lanjut Suryo”.
Sementara dalam acara sosialisasi tersebut , Staf Ahli Bid. Kepatuan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal selaku narasumber menjelaskan, perubahan UU PPh berlaku mulai Tahun Pajak 2022, perubahan UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, perubahan UU KUP berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan PPS berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, Pajak Karbon mulai berlaku 1 April 2022, dan perubahan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menghasilkan beberapa pokok pengaturan terkait perubahan atas berbagai aturan perpajakan.
Pertama, Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Dengan adanya UU HPP setiap orang pribadi yang punya pendapatan hingga Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta orang pribadi itu tidak kena pajak.
Kedua, lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) terendah 5 persen dinaikkan menjadi Rp 60 juta. Sebelumnya bracket hanya sampai Rp 50 juta,sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap. Di sisi lain, pemerintah mengubah tarif dan menambah lapisan (layer) PPh orang pribadi sebesar 35 % untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar.
Ketiga, UU HPP juga menetapkan tarif PPh Badan sebesar 22 % mulai tahun pajak 2022. Hal ini sejalan dengan tren perpajakan global yang mulai menaikkan penerimaan dari PPh dengan tetap dapat menjaga iklim investasi.
Keempat, UU HPP juga mengatur perluasan basis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan melakukan pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya akan diberikan fasilitas dibebaskan PPN.
Kelima, pemerintah tetap menerapkan tarif tunggal untuk PPN, namun naik mulai tahun depan. Kenaikan tarif PPN disepakati untuk dilakukan secara bertahap, yaitu dari 10 % menjadi 11 % mulai 1 April 2022, lalu menjadi 12 % paling lambat 1 Januari 2025. Kebijakan ini mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Keenam, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga diterapkan dalam RUU HPP ini. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan. PPS akan berlangsung pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Pengenaan tarifnya pun berbeda, mengikuti kondisi tahun aset yang diungkap. Disamping itu, Pajak karbon dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Tarif pajak karbon ditetapkan Rp30,00 per kilogram karbon dioksida 2 ekuivalen (Co e), Implementasi pertama kali 1 April 2022.
Discussion about this post