Kebijakan tarif Amerika Serikat, khususnya yang mengenakan bea masuk resiprokal, memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap industry padat karya di Indonesia. Dampaknya antara lain potensi penurunan ekspor, hilangnya daya saing produk, dan bahkan ancaman PHK massal.
Dalam rangka menyikapi dinamika yang terjadi, pada 30 April 2025, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengundang APRISINDO dan beberapa asosiasi padat karya, diantaranyaA PINDO, API, APSyFI, AMI, ASMINDO, guna membahas kondisi terkini yang dialami industry padat karya, serta untuk mendapak masukan dalam rangka mencari solusi yang harus dilakukan pemerintah untuk menjaga industri padat karya dari dampak kebijakan tarif AS. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memberikan perhatian terhadap dampak kebijakan tariff Amerika Serikat terhadap industri padat karya,
terutama sektor alas kaki, elektronik, dan pakaian jadi yang memiliki kontribusi ekspor signifikan. Industri padat karya merupakan contributor penting terhadap PDB (8,33%) dan menyerap sekitar 12,2 juta tenaga kerja.
Dalam rangka menjaga daya saing dan mendukung sektor ini, pemerintah meluncurkan skema Kredit Industri Padat Karya (KIPK) dengan plafon Rp500 juta hingga Rp10 miliar, bunga subsidi 5% per tahun, dan tenor hingga 8 tahun. Kredit ini ditujukan untuk pembelian atau pembiayaan mesin dan peralatan produksi baruguna meningkatkan produktivitas industri padat karya. Hambatan ekspor-impor selama masalebaran, ketidak sesuaian dalam pelaksanaan tertib niaga oleh Kementerian Perdagangan, serta usulan insentif listrik dan gas juga turut dibahas.
Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilandari APRISINDO Budiarto Tjandra, Devi Kusumaningtyas dan Yoseph Billie Dosiwoda, menyampaikan beberapa permasalahan lainnya, yang saat ini dialami industri alas kaki serta kekawatiran yang akan timbul dari dampak kebijakan tarif yang diterapkan pemerintah Amerika Serikat. (redaksi)


