Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menggeser penerima insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM), dari sebelumnya bank-bank penyalur kredit di sektor padat modal menjadi sektor padat karya. Dengan pembahasan yang masih terus berlangsung, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menarget kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2025.
Ketika kebijakan insentif untuk sektor padat karya ini diluncurkan, insentif untuk industri-industri padat modal yang telah ditetapkan dan telah diberikan sejak 1 Juni 2024 bakal berakhir. Industri-industri padat modal yang dimaksud itu antara lain hilirisasi pertambangan, otomotif, perdagangan, listrik, gas, dan air, jasa sosial perumahan, serta sektor pariwisata.
Menurut Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, sektor padat karya, utamanya pertanian dan manufaktur, di daerah cukup tertekan. Terutama, aspek produktivitas menjadi isu utama dan juga termasuk lahan pertanian yang juga semakin turun. Tekanan yang masih dialami sektor padat karya tercermin dari realisasi penyaluran kredit sub-sub sektor terhadap realisasi penyaluran kredit secara nasional.
Pada September 2024, kredit perbankan tercatat sebesar 10,85 persen secara tahunan (year on year/yoy). Capaian tersebut didorong oleh penyaluran kredit sektor pertambangan yang mencapai 26,7 persen; kredit listrik, gas, dan air sebesar 15,9 persen; pengangkutan, telekomunikasi, dan sebagainya di kisaran 17,5 persen; kemudian jasa dunia usaha sebesar 16 persen.
Sebaliknya, penyaluran kredit untuk sektor-sektor padat karya seperti pertanian hanya tumbuh di kisaran 7,4 persen. Sementara itu, industri pengolahan tumbuh 7,22 persen dan perdagangan hanya 8,4 persen.
Berdasar catatan BI, sektor perdagangan, pertaniaan, dan industri pengolahan padat karya merupakan sektor-sektor yang bisa menyerap hingga 50 persen tenaga kerja. Selain itu, sektor transportasi, pariwisata, dan ekonomi kreatif juga memiliki penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Tak Cukup Hanya Insentif
Penyesuaian penerima insentif KLM adalah program baik BI yang patut diapresiasi. Apalagi, insentif likuiditas ini memang dirancang untuk meningkatkan daya serap perekonomian terhadap angkatan kerja sehingga mampu mengurangi pengangguran.
Termasuk dalam hal ini, efek KLM diharapkan bisa menahan laju pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sampai saat ini masih banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di industri padatkarya.
Namun demikian, insentif KLM saja tak akan berdampak cukup besar terhadap perluasan lapangan Pekerjaan di sektor padat karya. Terlebih untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sampai di level 8 persen seperti yang dicita-citakan Presiden RI Terpilih, Prabowo Subianto.
Untuk meningkatkan penyerapan angkatan kerja, sektor padat karya yang harus diprioritaskan. Tidak cukup kalau hanya dari kebijakan moneter. Pemerintah seharus mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kinerja sektor padat karya. Sebab, masalah-masalah yang terjadi di sektor padat karya hanya dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal dan nonfiskal, seperti pemberian insentif dan menyederhanaan perizinan sehingga memudahkan proses administrasi yang dibutuhkan oleh industri-industri dengan banyak pekerja.
Yang menjadi hambatan pada sektor padat karya seperti alas kaki dan tekstil, saat ini sedang mengalami pukulan dari dua sisi: daya beli masyarakat yang melemah dan banjir barang impor salah satunya dari Cina. Di pasar-pasar konvensional dan lokapasar barang dijual dengan harga yang murah. Disisi lain pasar online juga menjadi tantangan besar bagi prodak lokal mengingat barang yang dijual sangat murah.
Meski begitu, menyehatkan kembali sektor padat karya sebenarnya bukanlah tugas BI, tapi pemerintah. Dalam hal ini, BI hanya bisa menstimulasi industri sehingga dapat sehat sepenuhnya. Karena, hanya dengan penyehatan Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Jadi, tak cuma sekadar memperluas lapangan pekerjaan di sektor padat karya, namun juga yang tak kalah penting yaitu kebijakan yang mendukung dunia usaha.
E-commerce juga perlu dibenahi. Aturannya apa yang di e-commerce itu untuk tertentu diatur. Jangan semua produk sampai perintil-perintil bisa masuk tanpa ada kena biaya-biaya karena hal ini akan mematikan produk lokal.