Pada tanggal 20 Oktober 2024 Presiden Joko Widodo akan menyelesaikan masa jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Selama sepuluh tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, ekspor alas kaki Indonesia meningkat pesat mencapai 64,5%. “Meskipun seharusnya selama satu decade pertumbuhan ekspor alas kaki bisa mencapai dua kali lipat”, ujar Eddy Widjanarko Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO).
Keyakinan tersebut didasari pada pertumbuhan ekspor tahun 2022 yang sempat tembus USD 7,7 Miliar. Dengan kata lain tumbuh 88% jika dibandingkan dengan kondisi awal Presiden Joko Widodo pertama kali menjabat tahun 2014 dengan nilai ekspor USD 4,1 Miliar. Lebih lanjut Eddy Widjanarko menyampaikan bahwa “Apabila pada pertengahan tahun 2022 tidak terjadi penurunan global demand akibat adanya perang di Eropa antara Rusia dengan Ukraina, seharusnya ekspor Indonesia sudah bisa tumbuh double”.
Setelah mengalami penurunan sejak pertengan 2022 hingga akhir tahun 2023, tahun ini ekspor alas kaki mulai stabil dan diproyeksikan tumbuh positif meskipun masih kecil. Estimasi APRISINDO pada tahun 2024 ekspor akan mencapai USD 6,7 Miliar atau tumbuh 5% dibandingkan tahun 2023. Pertumbuhan pesat ekspor alas kaki selama pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bisa dilepaskan dari sejumlah kebijakannya yang “berani”.
Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Pembangunan infrastruktur secara massif khususnya jalur tol trans jawa menjadi game changer awal yang mampu menahan laju relokasi industri padat karya keluar dari Indonesia.
Penandatanganan PP 78 Tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo setidaknya berhasil memberikan jaminan keterukuran kenaikan upah minimum karena telah ditetapkan dalam sebuah formula perhitungan. Disisi lainnya Pembangunan tol trans jawa telah mampu memangkas waktu tempuh antar daerah di Jawa. Sehingga membuka peluang pilihan daerah baru di Jawa Barat dan Jawa Tengah bahkan hingga ke Jawa Timur sebagai tujuan investasi untuk industri padat karya.
Saat pandemi covid-19, pemerintah tetap dan masih membuka peluang untuk dapat melakukan produksi dengan implementasi protocol Kesehatan ketat. Sejumlah Kementerian kemudian menerbitkan sejumlah regulasi pendukungnya. Dimana kemudian Kementerian Perindustrian menerbitkan izin operasional dan mobilitas kegiatan industry (IOMKI).
Sehingga industry orientasi ekspor tetap dapat menjaga komitemen terhadap kebutuhan demand dunia. Bahkan kemudian dapat merebut order dari negara-negara produsen alas kaki yang melakukan lockdown ketat. Pada saat bersamaan pemerintah juga telah menetapkan undang-undang Cipta Kerja, yang salah satunya melakukan deregulasi perundangan bidang ketenagakerjaan. Pengaturan pada bidang ketenagakerjaan mampu memberikan daya tarik yang kuat bagi industry alas kaki untuk berinvestasi di Indonesia.
Pada saat 20 Oktober 2024 juga akan menjadi penanda akan berakhirnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang telah selama sepuluh tahun memimpin Indonesia. Kepemimpinan Presiden Joko Widodo berikutnya akan dilanjutkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subiyanto. Eddy Widjanarko berkeyakinan bahwa transisi pemerintah yang berjalan dengan baik, akan dapat macu pertumbuhan alas kaki secara double.
Meskipun struktur industry alas kaki saat ini sedang berada on the right track dan Tengah dalam proses pertumbuhan, namun sejumlah kendala masih menjadi tantangan bagi kemajuan investasi industry alas kaki Indonesia. Acses to market ke pasar utama di Uni Eropa, ekspor Indonesia masih terbebani bea masuk yang tidak kompetitif. Pasalnya negara pesaing Indonesia yaitu Vietnam telah memiliki Free Trade Agreement dengan Uni Eropa. Sehingga ekspor mereka bisa mendapatkan bebas tarif bea masuk.
Disisi lainnya bahan baku yang kompetitif masih menjadi penghambat dalam peningkatan ekspor alas kaki Indonesia. Namun demikian dukungan fasilitas Kemudahan impor untuk tujuan ekspor dalam bentuk Kawasan berikat telah mampu untuk memudahkan aksesibilitas terhadap impor bahan baku yang kompetitif untuk industry. Sayangnya tidak semua industry dapat mengakses fasilitas Kawasan berikat. Sehingga industry dalam negeri, khususnya yang merupakan Perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sulit bersaing untuk pasar ekspor dan domestik.
Selain itu permasalahan klasik birokratisasi perizinan usaha juga masih akan menjadi hambatan investasi masuk. Kepastian dalam mendapatkan layanan perizinan mulai dari kepastian dapat izin, kepastian waktu, kepastian jumlah untuk izin yang berbentuk kuota dan besarnya biaya mendapatkan izin masih menjadi kenadala. Misalnya hingga saat ini untuk mendapatkan izin lingkungan masih perlu waktu lama bahkan bisa mencapai hingga dua tahun dan dengan biaya yang sangat mahal.