Pemerintah akan menerapkan penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025 nanti. Hal tersebut ramai dibicarakan karena kenaikan tersebut tentunya akan memiliki dampak yang signifikan pada berbagai sektor ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan.
Langkah untuk menaikkan PPN menjadi 12% ini dirancang untuk mengatasi defisit anggaran dan meningkatkan pendapatan negara. Namun, keputusan ini seharusnya tidak hanya mempengaruhi pemerintah saja. tetapi harus dilihat dampaknya juga terhadap masyarakat.
Kenaikan tarif PPN dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan pemerintah. Dengan pendapatan yang lebih tinggi dari PPN, pemerintah dapat memiliki lebih banyak sumber daya untuk menutup defisit anggaran atau untuk membiayai program-program yang diperlukan. Namun, kenaikan tarif PPN akan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Sebelum menelaah lebih dalam, pengertian PPN mesti kita ketahui dahulu. Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan, PPN adalah pemungutan atas pajak konsumsi yang dibayar sendiri sehubungan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
Saat ini, tarif PPN di Indonesia adalah 11% yang berlaku sejak 1 April 2022 lalu. Informasi ini tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan pada 29 Oktober 2021 lalu oleh Presiden Joko Widodo.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pasal 7 ayat (3), pemerintah berwenang mengubah tarif PPN paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
Dalam artikel dipemberitaan, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan strategi pemerintah ke depan bukanlah mengerek PPN, tetapi penghasilan pajak.
Dengan diterapkannya sistem pajak yang canggih, pendapatan dari pajak diharapkan dapat lebih optimal. Untuk mengoptimalkan sistem pajak ini, pemerintah sedang menggarap Core Tax Administration System (CTAS).
CTAS adalah teknologi informasi yang akan mendukung pelaksanaan tugas Ditjen Pajak Kemenkeu dalam automasi proses bisnis, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, hingga penagihan.
Dampak Kenaikan PPN Bagi Pelaku Usaha
Kenaikan PPN secara langsung akan berdampak pada sektor usaha. Meskipun masing- masing sektor usaha akan merasakan dampak yang berbeda-beda. Beberapa usaha yang rentan terhadap kenaikan barang dan jasa akan sangat berdampak dengan adanya kenaikan PPN. Hal tersebut akan dirasakan dengan adanya kenaikan faktor-faktor produksi atau input produksi mereka, terutama dari kenaikan harga bahan baku produksi.
Kebijakan kenaikan PPN menjadi 11% di 2022 memberikan perhitungan ketat bagi setiap kalangan masyarakat di dunia usaha dan industri. Pada beberapa perusahaan kenaikan tarif PPN ini berdampak signifikan pada penjualan produknya, karena adanya kenaikan harga jual.
Pada beberapa penelitian dampak kenaikan PPN banyak negatifnya terhadap dunia usaha, karena pengusaha harus meningkatnya harga-harga barang serta jasa, yang akan menurunkan penjualan. Dampak jangka panjangnya adalah biaya input yang tinggi dan penjualan yang menurun memiliki konsekuensi pengurangan tenaga kerja.
Beberapa pengusaha, terutama pengusaha lokal yang skala UMKM merasa bahwa sosialisasi terkait dengan kenaikan tarif PPN masih kurang. Dengan demikian, para pengusaha mulai sekarang harus menyiapkan adanya kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% yang akan diterapkan pada awal tahun 2025. (redaksi)