Pada sela-sela Kongres Alas Kaki Internasional ke-21 di Milan dan Vigevano, Itali, Ketua umum APRISINDO Eddy Widjanarko wawancara dengan World Footwear. Beberapa hal telah disampaikan Eddy Widjanarko sebagaimana yang ditanyakan oleh World Footwear pada, khususnya terkait industri alas kaki di Indonesia. Berikut beberapa petikannya:
Eddy Widjanarko menuturkan bahwa untuk ekspor alas kaki Indonesia sebagian besar adalah jenis sepatu olah raga. Kegiatan ekspor tersebut sudah dimulai sejak 42 tahun yang lalu. Adapun untuk sepatu olah raga yang di ekspor tersebut merupakan merek global seperti Nike, adidas dan reebok. Para memegang merek tersebut telah melakukan investasi di Indonesia yang cukup besar. Indonesia merupakan produsen sepatu olah raga terbesar ketiga dunia, setelah Tiongkok dan Vietnam.
Menurut Eddy Widjanarko investor akan lebih memilih Indonesia sebagai tempat berinvestasi, karena hasil produk alas kaki dari Indonesia kualitas dan pengerjaan baik, harga produksi Indonesia lebih stabil. Produktivitas kita tidak sama dengan di Tiongkok, di mana satu pekerja mungkin dapat menghasilkan tujuh pasang, sementara di Indonesia, kita hanya memproduksi tiga atau empat pasang, terdapat perbedaan produktivitas yang sangat besar. Namun, menurut Eddy, jika memproduksi dengan sangat cepat, kualitasnya tidak terlalu bagus. Tapi di Indonesia, meski sedikit lebih lambat, kualitasnya selalu bagus dan stabil. Itu sebabnya merek seperti Nike, Rebook, dan adidas menganggap Indonesia sebagai tempat terbaik bagi mereka untuk berinvestasi.
Beberapa tahun lalu, selama periode COVID-19, ketika Tiongkok dan Vietnam melakukan lockdown, Indonesia menemukan cara untuk tetap berproduksi. Jadi kalau tahun lalu kenaikan ekspornya berkisar 28%-32%, tapi tahun ini karena pasar sedang overstock, ekspor kita sampai Juni 2023 berada pada mode penurunan, sekitar -18% dibandingkan tahun lalu. Namun, hal ini dibandingkan dengan dua tahun terakhir, ketika kami melakukannya dengan sangat baik.
Terkait Investasi, Indonesia mendapat manfaat dari peralihan produksi dari Tiongkok, karena perang dagang dengan Amerika dan penurunan ekspor secara tiba-tiba ke Amerika. Hal ini mengakibatkan perpindahan ke negara lain untuk berinvestasi. Jadi, dalam tiga tahun terakhir ada 78 perusahaan besar yang datang ke Indonesia untuk berinvestasi. Saat ini Jawa Tengah menjadi tujuan pengembangan maupun relokasi industri alas kaki. Ungkap Eddy.
Untuk tantangan industri alas kaki Indonesia salah satunya terkait dengan bahan baku, karena sampai saat ini industri alas kaki Indonesia harus impor, seperti dari China, India, dan banyak negara mitra lainnya. Pemerintah kita sedang berusaha mengubah keadaan dan mengubah peraturan, artinya mulai saat ini bahan yang diimpor harus membayar bea masuk dalam persentase tertentu. Dengan demikian, ada upaya untuk mendorong industri pendukungnya agar berkembang dan berinvestasi di Indonesia.
Hal kedua adalah banyaknya persyaratan dan aturan tertentu, yang di terapkan pemerintah Eropa dan Amerika jika akan melakukan ekspor ke negara tersebut. Sehingga harus mengikuti aturan dan bagi Indonesia merupakan situasi yang cukup sulit, karena industri perlu beradaptasi untuk memenuinya. Jadi mungkin kedua hal ini sedikit menantang kita saat ini.
Lebih lanjut Eddy menyampaikan Indonesia mempunyai 265 juta penduduk dan 70% -nya merupakan kelompok umur 25 sampai 45 tahun. Jadi mereka berada pada usia produktif. Ketika kita melakukan relokasi industri, sangat mudah mencari tenaga kerja. Satu-satunya masalah adalah harus melakukan pelatihan untuk menyediakan tenaga kerja yang siap pakai.
Sementara terkait teknologi dan inovasi yang dapat membantu industri alas kaki, kita melihat banyak robot yang melakukan segala hal, namun menggunakan mesin di industri alas kaki akan cukup sulit karena industri ini seperti kerajinan tangan, karena ada beberapa hal yang harus dikerjakan manusia, karena memerlukan kesabaran dan beberapa seni yang harus dikerjakan dengan kesabaran tersebut. ‘lanjutnya’.
Banyak inovasi dan digitalisasi yang terjadi. Sebagian besar permasalahan yang ada saat ini sangat berkaitan dengan keberlanjutan. Contohnya, dulu memakai sepatu dalam beberapa waktu dan akan membuangnya begitu saja dan yang terjadi pencemaran lingkungan. Namun saat ini yang dilakukan di Taiwan, mencari cara alternatif untuk membuang sepatu tersebut, tapi cukup membuangnya atau mengubur di lahan dan menunggu satu atau dua tahun dan sepatu tersebut akan hilang dan hancur dan menyatu dengan alam dengan sendirinya. Jadi hal seperti ini sangat ramah lingkungan. “pungkas Eddy Widjanarko”.